Posts Tagged ‘Genghiz Khan’

The Bones of The Hills

The Bones of the Hills adalah buku ketiga dari trilogi Conqueror karangan Conn Iggulden. The Conqueror series ini berkisah tentang salah satu tokoh paling kontroversial dalam sejarah dunia, Genghiz Khan, dipuja karena kehebatannya, dibenci dan ditakuti karena kesadisannya.

Buku pertama The Wolf of the Plain saya baca lebih dari 1 tahun yang lalu, berkisah tentang masa kecil dan remaja Temujin, nama kecil Genghiz, ketika dia bersama ibu dan 4 saudaranya dibuang dari sukunya, hidup terasing dan diburu-buru di padang tandus Mongolia. Akhir buku pertama ini menceritakan bagaimana akhirnya Temujin berhasil membalas dendam kepada kepala suku yang mengasingkan keluarganya, bahkan kemudian mulai mewujudkan mimpinya untuk menyatukan suku2 Mongol menjadi satu bangsa yang merdeka.

Versi hardcover dari buku kedua The Lords of the Bow saya dapatkan sebagai birthday gift dari teman saya yang baik hati, menceritakan Genghiz yang sudah berhasil menyatukan suku-suku Mongol, memimpin bangsa yang baru lahir ini untuk menyerang negeri Chin (China), bangsa kaya raya yang jauh lebih beradab yang selama ini menjadi musuh suku-suku Mongol. Buku ini menuturkan bagaimana perjuangan mereka menyeberangi gurun Gobi yang ganas menuju negeri China, hanya untuk mandapati hadangan tembok2 benteng yang melindungi Xi Xia dan kota-kota lainnya. Genghiz dan Bangsa Mongol yang terbiasa hidup dan bertempur di padang datar terbuka sempat frustrasi dengan keberadaan tembok-tembok ini, tetapi akhirnya dengan ulet berhasil mempelajari teknologi perang dan pengepungan benteng, sehingga akhirnya satu persatu kota2 di China berhasil dikalahkan.

Buku ketiga The Bones of The Hills saya dapatkan setelah berminggu-minggu menunggu dan mengintip di Periplus Pondok Indah. Di awal buku ketiga ini dikisahkan Genghiz dan para jenderalnya berhasil menaklukkan hampir seluruh negeri China. Jenderal-jenderal dan pasukan Mongol dikirim ke berbagai penjuru daratan Cina bahkan ke utara ke daratan bersalju di Rusia, dimana mereka bertemu dan berperang dengan prajurit Crusade dalam perjalanan mereka ke Jerusalem. Tetapi Genghiz kemudian memanggil semua jendral-jendral pulang ke Mongol setelah mendapat kabar buruk dimana utusan-utusan diplomatik Mongol dibunuhi oleh Gubernur Inalchuk dari Otrar, sebuah kota nun jauh di seberang gunung di sebelah barat Mongol, kota yang merupakan bagian dari kerajaan Khawarizmi di tanah Arab.

Genghiz merasakan penghinaan yang sangat besar dari Inalchuk, dan memutuskan untuk membawa seluruh balatentaranya dalam ekspedisi menyeberang gurun dan gunung menuju tanah Arab. Bangsa Mongol adalah kumpulan suku2 nomaden yang selalu berpindah tempat. Maka ketika Genghiz memutuskan untuk menyerang Arab, maka seluruh bangsa ikut pergi bersamanya, dan bangsa yang baru lahir ini kembali dipertaruhkan keberadaannya. Kekalahan dalam perang bukan hanya akan dirasakan akibatnya oleh Genghiz dan pasukannya, tetapi seluruh bangsa akan ikut musnah!

Sesampainya di daratan Arab, Genghiz dihadapkan pada berbagai macam masalah yang sangat berpotensi mengubur ambisi dan dendamnya. Kondisi alam Arab yang sangat tidak bersahabat, benteng batu menjulang, pejuang jihad Muslim, pasukan gajah, bahkan pembunuh bayaran dari sekte Hassasin (orang barat menyebutnya The Assassins). Masalah lain yang tidak kalah rumitnya adalah persaingan dua putra tertua Genghiz, Chagatai dan Jochi, untuk menjadi pewarisnya. Genghiz harus mengambil keputusan mengenai pewaris tahta ini secepatnya, kalau tidak bangsa Mongol akan terancam perpecahan dan kehancuran.

Cerita tentang Genghiz Khan selalu menarik untuk diceritakan dari berbagai versi. Genghiz dikagumi karena kehebatannya membawa Mongolia menjadi sebuah emporium besar yang wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar Asia bahkan sampai ke daratan Eropa. Luas kekaisaran Mongolia bahkan lebih luas daripada wilayah Romawi kuno. Yang membedakan dengan Romawi adalah Genghiz dianggap tidak melakukan civilization dalam meluaskan kekuasaannya. Tidak ada budaya, teknologi atau peradaban baru yang dikenalkan oleh Genghiz kepada daerah taklukannya. Bangsa Mongol bahkan ditakuti sebagai penghancur peradaban yang sudah eksis. Peradaban China, Islam, dan Barat semua pernah merasakan kerusakan dan penghancuran oleh bangsa Mongol.

Terlepas dari kerusakan dan kehancuran yang dilakukannya, Genghiz tidak pernah bermaksud untuk menyebarkan budaya atau peradaban Mongol. Kerusakan yang dilakukannya lebih karena ketakutannya akan kembali bangkitnya kekutan militer daerah taklukannya. Genghiz tidak tertarik dengan budaya lain. Kota-kota besar yang ditaklukannya dengan segala keindahan dan kenyamanannnya bukanlah hal yang menarik bangi Genghiz. Genghiz dan bangsa Mongol bahkan memilih tetap bertahan hidup di tenda-tenda daripada di dalam benteng kota yang telah ditaklukan, seindah apa pun kota tersebut. Buku ini dengan bagus sekali melukiskan Genghiz, pemimpin gerombolan serigala yang selalu cemas akan serangan gerombolan lain, kecemasan yang membawa mereka bertualang dan menaklukkan dunia.